Selasa, 14 Oktober 2008

kekawin

Dalam Wikipedia bahasa Indonesia disebutkan bahwa Sastra Jawa Kuno meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Karya sastra Jawa Kuno sebagian besar terlestarikan di Bali , khususnya kekawin yang masih popular pada saat ini, dibaca melalui lantunan lagu/tembang kekawin ,yang dapat sampai 60 jenis tembang dalam satu buku seperti pada buku sastra Ramayana.  
Sebuah kakawin dalam metrum tertentu terdiri dari minimal satu bait. Setiap bait kakawin memiliki empat larik dengan jumlah suku kata yang sama. Lalu susunan apa yang disebut guru laghu[1] juga sama. Guru laghu adalah aturan kuantitas sebuah suku kata.
Contoh bait
Jadi misalkan metrum kakawin yang bernama Śardūlawikrīdita terdiri dari 19 suku kata. Lalu 19 suku kata ini guru laghu-nya adalah sebagai berikut −−−|UU−|U−U|UU−|−−U|−−U| U. Satu garis − artinya ialah suku kata panjang, sementara satu U / O artinya ialah suku kata pendek. Sedangkan | hanyalah pembatas saja setiap tiga suku kata dan tidak memiliki arti khusus.
Dalam metrum kakawin sebuah suku kata yang mengandung vokal panjang (ā, ī, ū, ö, e, o, ai, dan au) otomatis disebut sebagai suku kata panjang atau guru (=berat) sedangkan sebuah suku kata yang mengandung vokal pendek disebut sebagai suku kata pendek atau laghu (=ringan). Namun sebuah vokal pendek apabila diikuti dengan dua konsonan, maka suku kata yang disandangnya akan menjadi panjang. Lalu suku kata terakhir merupakan anceps (sebuah istilah bahasa Latin) yang artinya ialah bahwa ia bisa sekaligus panjang maupun pendek. 
Dalam metrium kakawin / wirama dengan tulisan Bali , suku kata didepan nania, suku kembung, (seperti kakia dan tatwa, ka dan ta adalah guru). Demikian pula pada patra dan matta, pa dan ma adalah guru, sedangkan cakra, ca dapat guru kadang lagu. Suku kata mati adalah guru.
Menurut pak Kt. Remen peranan guru lagu dalam metrum kekawin tertentu (di Bali disebut Wirama ) sangat penting, diantaranya : pada guru, nada/suara/vocal panjang atau mewilet, pada lagu nada/suara/vocal pendek, guru sebagai tempat perubahan nada/suara, lagu umumnya mengikuti nada/suara guru didepannya, susunan guru lagu menentukan jenis metrium kekawin/nama wirama dan juga menentukan pekadangan metrium kekawin/wirama.
Kekawin / wirama umumnya dibaca dengan lantunan lagu sesuai dengan jenis metrium / wirama tersebut dan pasangannya mengartikan dalam bahasa bali atau bahasa lain sepanjang yang telah dinyanyikan oleh yang membaca. Membaca/menyanyi dan mengartikannya dilakukan bergilir tergantung perjanjian , apalagi dalam jumlah banyak perlu diatur secara bergilir.
Supaya budaya membaca sastra kuno dengan lantunan lagu dapat berlanjut maka perlu adanya pembelajaran lagu-lagu seperti yang saya coba dalam net ini dan juga perlu adanya pelayanan dalam pengadaan buku sastra melalui imformasi email dan iklan dalam net. 

2 komentar:

Rama Sita mengatakan...

Om Swastyastu,,
suksma pak untuk informasinya,,sangat membantu dan membuka wawasan saya mengenai kakawin,,
tiang senang sekali dengan kakawin Ramayana, tetapi kendala tiang sekarang untuk mendapatkan kakawin yang lengkap menggunakan huruf jawa kuno belum tiang temukan pak..
tiang berharap bisa bertemu bapak dan mungkin bisa tiang lihat koleksi kakawin bapak, khususnya mengenai Ramayana..
suksma
Om Shanti Shanti Shanti Om

Unknown mengatakan...

Sangat bermanfaat sekali bagi tiang..suksma dahat